Tampilkan postingan dengan label ESAI BUDAYA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ESAI BUDAYA. Tampilkan semua postingan

Kamis, 07 Maret 2024

Wabah dan Bencana dalam Kisah Wayang Potehi: Studi Kasus Lakon Se Jin Kwi

OLEH Dwi Woro Retno Mastuti (Pengajar Program Studi Jawa FIB-UI dan Pendiri Sanggar Budaya Rumah Cinta Wayang (Depok)


1. Pendahuluan

Saat ini, dunia sedang dilanda pandemi covid-19 yang memaksa warga dunia harus  patuh pada tatanan hidup baru. Warga dunia dihadapkan pada peraturan yang harus ditaati,  yaitu mengenakan masker, cuci tangan, jaga jarak, dan menghindari kerumunan orang atau  tidak berkerumun.

Pada awal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) alias lockdown diberlakukan,  berbagai bidang kehidupan terkena dampaknya. Bidang ekonomi, politik, seni-budaya, dan  ketahanan, cukup terguncang menghadapi musuh yang tak nampak wujudnya ini. Kegiatan  seni-budaya yang sudah terjadwal untuk mengadakan pertunjukan, dengan berat hati  mengambil sikap menunda pergelarannya hingga waktu lebih kondusif. Informasi yang lebih  terkini adalah virus corona yang berkembang di Indonesia bermutasi menjadi virus yang  lebih ganas dan memiliki varian virus corona yang lebih bervariasi. Selain itu, wabah ini  tidak dapat dipastikan kapan akan berakhir. Dia sudah hidup bersama kita.

Sabtu, 25 Februari 2023

Terminologi Silek dari Belantara Tambo


OLEH
Sheiful Y Tk Mangkudun (Akademisi dan Budayawan)

 

Sebuah sentilan "Gayuang Angin" telah ditebarkan dalam salam, melalui ujung jari Pandeka Koko, sang Sumando. Berdetaklah rangkai hati, berkucak rantai jantuang, berderik limpo jo rabu para pandeka se antero Ranah nan menerima salam. 

Itu sekelumit peristiwa silek abstrak, di sebuah grup WA dalam bentuk konkret. Sangat kompleks dampak Gayuang Angin yang telah menyerang hati-jantuang-limpo-rabu. Sebagai salah satu yang terkena gayuang, penulis sampai tidak bisa tidur sampai azan Subuh berkumandang. Karena itulah maka penulis merasa harus menjawab agak selangkah, sebelum jurus berikutnya bersarang di pangkal telinga.

Sabtu, 01 Mei 2021

Minangkabau Setelah Berotonomi

TANGGAPAN ATAS TULISAN AGUS TAHER


OLEH  Gamawan Fauzi (Mantan Menteri Dalam Negeri)

Membaca tulisan bapak Dr. Agus Taher, menstimulus ingatan saya tentang beberapa buku yang pernah saya baca. Ingatan itu sekaligus membuat saya merenung tentang Sumatera Barat, ranah tempat saya lahir, dibesarkan dan mudah mudahan juga tempat menutup mata.

Tahun 1957 lalu Sumatera Barat dan beberapa daerah lain di Indonesia protes kepada Pemerintah Pusat. protes itu akhirnya berujung kepada suatu gerakan yang disebut PRRI. Salah satu dari 3 tuntutan Sumatera Barat kala itu adalah otonomi daerah, karena "pusat" dipandang sangat sentralistik.

Kamis, 01 April 2021

“GLOBAL PARADOX”, Salapiak Lain Rasian-nya Anak Bangsa

OLEH Agus Taher (Budayawan)


“Pak Agus, makin hari, makin tapikia dek ambo isi buku Global Paradox. Makin lamo, makin taraso, kito salapiak lain rasian” (Gamawan Fauzi)

 

Itu isi WhatsApp (WA)  Pak Gamawan Fauzi (GF) pada saya, tanggal 1 Februari 2019. Memang, sejak Januari 2017, kami saling berbincang, mulai dari aspek musik, ranah Minang, hingga politik.

Saya betul-betul menikmati WA ria ini, karena Pak GF saya posisikan sebagai guru untuk mengasah naluri politik saya dalam mencermati kehidupan berbangsa. Dan tulisan ini, merupakan cuplikan WA saya pada mantan Mendagri Sipil pertama ini.

Kamis, 25 Maret 2021

Pro-Kontra Pemekaran Nagari Era Otoda Kembali ke Nagari

(Bagian 5 dari 5 tulisan-Habis)

OLEH  Yulizal Yunus Datuak Rajo Bagindo

Dari perspektif nagari di Minangkabau dan sistem pemerintahannya, sebenarnya pemekaran nagari dalam pengertian sekarang di era otoda - reformasi, ada yang boleh boleh dan ada yang tidak.

Rabu, 06 Januari 2021

Konsepsi Alam Minangkabau

OLEH Muhammad Nasir (Dosen UIN Imam Bonjol Padang)


Ada beberapa istilah yang tersedia dalam sejarah peradaban manusia untuk menyebut Bumi tempat bermukimnya atau wilayah geografisnya. Ada yang menggunakan istilah tanah (land). Dengan istilah ini terciptalah frasa Tanah Jawa, Tanah atau Tano Batak. Tanah Gayo-Alas (Dataran Tinggi Gayo, Aceh), Tanah Jawa, Tanah Pasundan, Tanah Rencong (Pesisir Barat Aceh). Tanah Rencong dalam pemahaman sementara penulis adalah julukan yang berangkat dari kekhasan yang iconic, yaitu rencong sebagai senjata tradisional Aceh.

Ada juga yang menggunakan istilah Bumi. Misalnya Bumi Sriwijaya dan Bumi Sikerei (Mentawai). Bumi Sikerei sebagaimana penyebutan Tanah Rencong di Aceh bukanlah mengandung makna tanah secara langsung, namun sebuah julukan yang diberikan berdasarkan kekhasan yang iconic, yaitu Sikerei, dukun, penguasa magi dan tokoh spiritual masyarakat suku Mentawai.

Rabu, 25 November 2020

“Global Paradox”, Salapiak Lain Rasian-nya Anak Bangsa


OLEH
Agus Taher (Budayawan)

Pak Agus, makin hari, makin tapikia dek ambo isi buku Global Paradox. Makin lamo, makin taraso, kito salapiak lain rasian. Gamawan Fauzi

 











Itu isi WhatsA
pp (WA) Pak Gamawan Fauzi (GF) pada saya, tanggal 1 Februari 2019. Memang, sejak Januari 2017, kami saling berbincang, mulai dari aspek musik, ranah Minang, hingga politik. Saya betul-betul menikmati WA ria ini, karena Pak GF saya posisikan sebagai guru untuk mengasah naluri politik saya dalam mencermati kehidupan berbangsa. Dan tulisan ini, merupakan cuplikan WA saya pada mantan Mendagri sipil pertama ini.

Selasa, 01 Mei 2018

Kepemimpinan Masyarakat Minangkabau


OLEH Buya Masoed Abidin (Ulama)
Di bawah ini adalah sebuah penjelasan model kepemimpinan dalam suatu masyarakat di Minangkabau, Sumatera Barat, yang masih dipraktekan sampai hari ini.
Kepemimpinan yang mengutamakan kebajikan dan kebijaksanaan ini bersumber kepada kitabullah dan sunnah, tanpa mempertentangkan adat dan agama tapi menyatukannya dalam bentuk kepimpinan yang telah mengakar pada kondisi masyarakat Nusantara, jadi bukan dipaksakan dari budaya Spanyol ataupun Arab dan juga bukan kepemimpinan model demokrasi yang tidak lain adalah pintu belakang dari kapitalisme global (jaringan lintah darat perbankan), dimana praktek riba dihalalkan atas nama ‘suara rakyat’.

Rabu, 07 Juni 2017

Penyamaan Persepsi atas Makna ABSSBK dalam Hukum Adat Minangkabau

OLEH Bachtiar Abna, SH.MH. Dt. Rajo Suleman

A.    Lahirnya Pepatah Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah (ABSSBK)
Menurut Prof. Dr. Hamka Dt. Indomo, dalam bukunya: Islam dan Adat Minangkabau, Minangkabau sudah pernah menempuh zaman kebesaran dan kejaaan semasa 500 atau 600 tahun yang lalu, tidaklah dapat dipungkiri lagi. Dalam tahun 1286 Baginda Maharaja Kertanegara mengirimkan patung Budha ke Minangkabau sebagai tanda perhubungannya dengan raja-raja keturunan Jawa itu. 

Rabu, 12 Oktober 2016

Pidato Aleta Baun Getarkan Forum Kebudayaan Dunia

Aleta Baun
World Culture Forum 2016 di Nusa Dua Bali Convention Center dibuat bergetar oleh pidato Aleta Baun. Berikut pidato lengkapnya:
Saya Aleta Baun. Ibu dari tiga anak. Perempuan adat Mollo di Kabupaten Timor Tengah Selatan, propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Sabtu, 23 Juli 2016

Menanti Kebangkitan Diaspora Minang dalam Membangun Tanah Air dan Menata Bangsa

OLEH Muhammad Raffik (Ketua Umum IPPMI Ikatan Pemuda Pemudi Minang Indonesia)

Peran etnis Minangkabau amat vital dalam mewujudkan  pembentukan bangsa indonesia. Sejak sebelum kolonialisme asing masuk, Indonesia  disebut dengan Nusantara yang mana terdiri dari beragam macam etnis dan suku bangsa.
Sejarah mencatat dalam tinta emas, beberapa peristiwa sejarah peranan suku bangsa Minangkabau di Nusantara.

Selasa, 26 Januari 2016

Kita dan Kebudayaan

OLEH Abdul Hadi W. M. (Budayawan)
Abdul Hadi W.M bersama cucunya
Salah satu masalah yang memprihatinkan sekarang ini di bidang kajian ilmu-ilmu kebudayaan dan humaniora ialah simpang siur dan rancunya pengertian tentang kebudayaan. Ada yang mengaburkan arti kebudayaan dengan peradaban. Ada juga yang mengartikannya terlalu luas sehingga mencakup apa saja dalam kegiatan hidup manusia yang sebenarnya tidak bisa dimasukkan sebagai wilayah kebudayaan. Yang lain lagi mengartikan terlalu sempit sebatas kesenian,kesusastraan, arsitektur dan adat istiadat. Kesimpang siuran dan kekusutan  pengertian itu sudah pasti berpengaruh terhadap upaya pengembangan dan penentuan kegiatan kebudayaan yang akan dilakukan, dan sudah pasti pula menimbulkan kebingungan dalam menyusun kebijakan dan strategi kebudayaan di masa depan.

Minggu, 10 Januari 2016

Rumah Dongeng sebagai Basis Pendidikan Karakter Bangsa

OLEH Dra. Sri Ningsih, M.S. (Fakultas Sastra Universitas Jember)
Abstraks
Mendongeng salah satu pendidikan karakter bangsa
Popularitas dongeng sudah sejak lama menurun, baik dalam ranah keluarga maupun ranah publik. Di sisi lain karakter bangsa juga menurun dalam skala horisontal maupun vertikal, seperti muncul dalam perilaku tawuran massal, perilaku para elit bangsa, sampai dengan ancaman disintegrasi bangsa. Dongeng sebagai salah satu jenis karya sastra pada zaman dahulu merupakan sarana pendidikan yang efektif. Dongeng dalam kemasan yang berbeda sangat disukai oleh anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Makalah ini mencoba untuk menawarkan satu strategi revitalisasi dan sosialisasi dongeng dalam konteks pendidikan karakter bangsa dan pemerkokoh NKRI.

Jumat, 01 Januari 2016

Politik Kesenian dalam Perspektif Negara

OLEH HILMAR FARID
Hilmar Farid saat mempresentasikan makalahnya di KKI III Bandung
Ada dua kongres kesenian setelah Indonesia merdeka. Kongres pertama masih di masa kejayaan Orde Baru pada 1995 dan kongres kedua di masa awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Kesimpulan dan rekomendasi dari kedua kongres sebenarnya sangat jelas dalam kaitannya dengan diskusi mengenai negara dan kesenian atau politik kesenian. Sayangnya institutional memory yang lemah membuat kita sering mengulang lagi apa yang sudah dibicarakan dan diputuskan sebelumnya. Akan baik jika peserta kongres sekarang mendapat salinan dari kesimpulan dan rekomendasi dua kongres sebelumnya sehingga bisa melihat apa yang sudah dicapai, apa yang belum dicapai, beserta alasannya. Dari sini kita bisa melihat peta permasalahan lebih konkret dan akan menemukan jawaban yang lebih jitu pula.

Pelbagai Dunia, di Dalam dan di Luar–Sebuah Pamflet

OLEH NIRWAN DEWANTO

Mendikbud Anies Baswedan saat buka KKI III di Bandung
Forum-Kongres yang kita hadiri untuk tiga hari ke depan ini niscayalah mengandung ironi yang begitu besar. Dalam hubungannya dengan produksi seni, penyebaran hasil-hasil seni, pemeliharaan sumber-sumber kreatif, pembinaan masyarakat pemirsa, dan perhubungan internasional antar-pekerja seni, dan segala hal yang bertali-temali dengan itu, sudah lama kita tak melihat peran Negara.

Minggu, 15 November 2015

Catatan Kongres Kesenian Indonesia I 1995

OLEH Autar Abdillah
Jumpa pers KKI III 2015
Kajian terhadap kesenian (di) Indonesia, masih cukup menggantungkan diri terhadap hasil pengkajian yang dilakukan sejumlah peneliti asing --yang sebagian tidak mengalami langsung subjek pengkajian yang dilakukannya. Sebagian besar berangkat dari paradigma yang nyaris tidak mengakar pada kehidupan kesenian itu sendiri.

Rumusan dan Rekomendasi Kongres Kesenian Indonesia (KKI) 1995

Kongres Kesenian Indonesia I Tahun 1995 bertujuan untuk mengadakan tinjauan dan mencari jalan menumbuhkan kesenian, baik secara intuitif maupun melalui jalan penelitian, mengenai masalah-masalah yang pernah ataupun sedang dihadapi, serta mengenai pencapaian-pencapaian yang telah diperoleh selama 50 tahun perjalanan negara Indonesia merdeka. 

POLEMIK KKI 2015: Wawancara dengan Benny Yohanes: Saya Enggan Merespons di Media Sosial

Suasana rapat pra KKI 2014
Tak berapa lama setelah jumpa pers yang berlangsung di Direktorat Kesenian Kemendikbud, pada 2 November 2015, tentang pelaksanaan Kongres Kesenian Indonesia (KKI) III 2015 di Bandung, 1-5 Desember, segera kritikan keras muncul dari sejumlah seniman, sebagaimana terbaca di media sosial.

Bentuk (Form) Estetika Modern: Problematika Estetika Kantian dari Perspektif Estetika Analitik

OLEH Mardohar B.B. Simanjuntak

Mencari sebuah wacana yang cocok untuk mengartikulasikan estetika nusantara, tentu saja bukan pekerjaan mudah –tambah lagi, bila wacana yang dipergunakan adalah kristalisasi proses argumentasi yang berlangsung selama kurang lebih dua puluh empat abad dalam sejarah pemikiran Barat –dimulai oleh Plato dan setidaknya sampai saat ini belum “diakhiri” oleh siapapun. Mungkin yang kita butuhkan sebagai “pemanasan” adalah sebuah wacana yang relevan dengan situasi dunia kritik seni kita saat ini: sebuah wacana yang dibabtis oleh Roger Scruton sebagai pemberi “form and status to aesthetics” –bentuk dan status estetika; sebuah wacana yang publikasinya sangat signifikan dalam estetika filosofis –“[t]here has been an enormous amount of publication on Kant’s aesthetics” –klaim Paul Guyer; dan satu dari tiga kategori besar definisi seni yang digagas oleh Jerrold Levinson –sebagai “form” atau bentuk, dalam artian “the exploration and contemplation [...] for its own sake” –eksplorasi dan kontemplasi [...] untuk dirinya sendiri”. Mungkin, kita memang sebaiknya mulai dari pemikiran estetika Immanuel Kant yang memuncak dan matang dalam Kritik der Urtheilskraft-nya

Jumat, 06 November 2015

Jelang KKI III: Kesenian, Negara, dan Kongres Kesenian

OLEH Ahda Imran (Sastrawan)

Menelaah kebudayaan adalah berperkara dengan kuasa perubahan. Kuasa yang membawa perkembangan kebudayaan ke dalam berbagai fenomena yang tak pernah diduga sebelumnya. Menakjubkan sekaligus mendebarkan. Disokong oleh ‘revolusi’ teknologi komunikasi-informasi, kuasa perubahan kian mendesakkan beragam pemikiran yang mengkritisi segala ihwal yang selama ini kukuh dipercayai. Sebagai ruang yang paling progresif merepresentasikan watak kebudayaan, kesenian niscaya tak bisa menyangkal kuasa tersebut. Kuasa yang membawa kesenian ke dalam perkembangan berikutnya; baik sebagai  fenomena seni atau fenomena kehadirannya di tengah publik.  

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...