Penembakan 3 Mahasiswa Muslim di AS Tak Dapat Perhatian Media Barat

Keluarga korban
mantagibaru.com—Penembakan tragis terhadap tiga mahasiswa Muslim di Chapel Hill, North Carolina, AS, Selasa (10/2/2015) terlihat tak mendapat cukup perhatian dari media-media besar, khususnya media Barat.
Menurut pengamat media dari Lembaga Survei Indonesia, Dodi Ambardi, fenomena tersebut terjadi karena kombinasi berbagai faktor, salah satunya adalah faktor media yang cenderung memotret Muslim dengan citra yang buruk.

"Ada pola untuk memotret Islam dengan cara tertentu. Sama seperti memotret warga kulit hitam, mereka cenderung stereotyping," kata Dodi, ketika dihubungi CNN Indonesia pada Jumat (13/2).
Faktor ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, menurut Dodi, gencarnya arus pemberitaan media Barat belakangan yang berfokus soal berbagai serangan oleh kelompok militan Islam di sejumlah negara, seperti serangan kelompok militan ISIS, Boko Haram, serangan teror di Paris dan Australia, kerap kali menyeret Islam dengan imej yang negatif.
"Mereka ignorance, cenderung ada kemalasan dari media Barat untuk memotret Muslim secara baik. (Mereka) malas memetakan dan membedakan mana Muslim yang ekstrem dan mana Muslim yang moderat," kata Dodi kepada CNN Indonesia, Jumat (13/2).
Dodi juga tidak menampik kemungkinan adanya agenda tertentu yang disandang media-media Barat dalam melaporkan serangan terhadap Islam
"Mungkin memang ada konspirasi, yang dilakukan oleh media-media ekstrem. Dan bukan hanya di Amerika, semua negara punya media ekstrem, yang hanya memberitakan sesuai dengan ideologi mereka," kata Dodi.
Selain itu, menurut Dodi, media cenderung mengikuti selera pasar. Dodi menilai pemberitaan media Barat yang minim terhadap serangan di Chapel Hill bisa jadi merupakan representasi pembacanya.
"Ya tergantung pembacanya. Mungkin saja itu representasi pola pikir masyarakatnya. Sayang sekali memang, hal ini terjadi pada saat serangan Chapel Hill tersebut," kata Dodi.
Penembakan di Chapel hill, North Carolina, menewaskan tiga mahasiswa Muslim, yaitu Deah Shaddy Barakat, 23 tahun, istrinya, Yusor Mohammad, 21 tahun, dan adik Yusor, Razan Mohammad Abu-Salha, 19 tahun. Ketiganya, yang merupakan mahasiswa Universitas North Carolina dan Universitas Negeri North Carolina, tewas ditembak di kepala oleh Craig Stephen Hicks pada Selasa (10/2/2015) sekitar pukul 5 sore.
Penembakan yang dilakukan oleh Craig Stephen Hicks, pria AS yang mengaku atheis terlambat diberitakan oleh sejumlah media Barat, seperti BBC, Reuters, dan CNN, yaitu pada Rabu (11/2), atau satu hari setelah penembakan. Padahal, biasanya media Barat selalu tanggap terhadap peristiwa kriminal seperti ini.
Tak pelak, sejumlah pengguna media sosial Twitter pun melontarkan kritikan melalui tagar #chapelhillshooting #alllivesmatter dan #muslimlivesmatter yang termasuk dalam trending topic, atau topik yang paling sering dibicarakan di Twitter, pada Kamis (12/2/2015).
Gerakan tersebut mengehembuskan kritik tajam kepada media-media Barat. Mereka menuduh minimnya liputan soal insiden ini lantaran para korban yang merupakan umat Muslim.
Penembakan tragis terhadap tiga mahasiswa Muslim di Chapel Hill, North Carolina, AS, Selasa (10/2/2015) sepertinya tak mendapat cukup perhatian dari media-media besar, khususnya media Barat.
Penembakan yang dilakukan oleh Craig Stephen Hicks, pria AS yang mengaku atheis terlambat diberitakan oleh sejumlah media Barat, seperti BBC, Reuters, dan CNN, yaitu pada Rabu (11/2), atau satu hari setelah insiden penembakan. Padahal, biasanya media Barat selalu tanggap terhadap peristiwa kriminal seperti ini.
Protes di Media Sosial
Pemberitaan ini terlihat begitu berbeda dengan pemberitaan seputar serangan lainnya, seperti serangan di kantor majalah Charlie Hebdo di Paris pada akhir Januari lalu, atau serangan penembakan terhadap Michael Brown Brown di Missouri tahun lalu, yang selalu masuk dalam kategori breaking news, atau berita terkini.
Kritik pun dilontarkan oleh sejumlah pengguna media sosial Twitter.
Melalui tagar #chapelhillshooting #alllivesmatter dan #muslimlivesmatter pengguna Twitter mengehembuskan kritik tajam kepada media-media, yang menuduh bahwa minimnya liputan soal insiden ini lantaran para korban yang merupakan umat Muslim.
"Di mana media ketika terjadi penembakan Chapel Hill? Tiga Muslim tewas dengan cara seperti dieksekusi, apakah itu bukan terorisme?," cuit seorang pengguna Twitter, seorang wartawan asal Mesir, Rabu (11/2/2015).
"Terpaksa menonton tayangan berita pukul 9 pagi, dan dalam reportase selama 11 menit, tidak disebutkan sama sekali tentang penembakan Chapel Hill," kata pengguna Twitter lainnya, Maysoon Zayid.
Pembicaraan ramai di media terkait hal ini pun menjadikan tagar tersebut sebagai trending topic, atau topik yang paling sering dibicarakan di Twitter. Pada Kamis (12/2), tagar #ChapelHillShooting menduduki posisi No. 2, sedangkan tagar #MuslimLivesMatter menduduki posisi No. 4 pada trending topic internasional. 
Menurut pengamat media, Dodi Ambardi dari Lembaga Survei Indonesia, fenomena ini kerap terjadi karena media Barat cenderung ingin memotret Muslim dengan citra yang buruk.
"Ada pola untuk memotret Islam dengan cara tertentu. Sama seperti memotret warga kulit hitam, mereka cenderung stereotyping," kata Dodi, ketika dihubungi CNN Indonesia pada Jumat (13/2/2015).
Selain itu, menurut Dodi, media cenderung mengikuti selera pasar. Dodi menilai pemberitaan media Barat yang minim terhadap serangan di Chapel Hill bisa jadi merupakan representasi pembacanya.
"Ya tergantung pembacanya. Mungkin saja itu representasi pola pikir masyarakatnya. Sayang sekali memang, hal ini terjadi pada saat serangan Chapel Hill tersebut," kata Dodi.
Penembakan di Chapel hill, North Carolina, menewaskan tiga mahasiswa Muslim, yaitu Deah Shaddy Barakat, 23 tahun, istrinya, Yusor Mohammad, 21 tahun, dan adik Yusor, Razan Mohammad Abu-Salha, 19 tahun. Ketiganya, yang merupakan mahasiswa Universitas North Carolina, tewas ditembak di kepala oleh Craig Stephen Hicks pada Selasa (10/2) sekitar pukul 5 sore.

Sumber: CNN Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...