Tampilkan postingan dengan label ESAI SASTRA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ESAI SASTRA. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 01 Mei 2021

Minangkabau Setelah Berotonomi

TANGGAPAN ATAS TULISAN AGUS TAHER


OLEH  Gamawan Fauzi (Mantan Menteri Dalam Negeri)

Membaca tulisan bapak Dr. Agus Taher, menstimulus ingatan saya tentang beberapa buku yang pernah saya baca. Ingatan itu sekaligus membuat saya merenung tentang Sumatera Barat, ranah tempat saya lahir, dibesarkan dan mudah mudahan juga tempat menutup mata.

Tahun 1957 lalu Sumatera Barat dan beberapa daerah lain di Indonesia protes kepada Pemerintah Pusat. protes itu akhirnya berujung kepada suatu gerakan yang disebut PRRI. Salah satu dari 3 tuntutan Sumatera Barat kala itu adalah otonomi daerah, karena "pusat" dipandang sangat sentralistik.

Senin, 26 September 2016

Afrizal Malna, Politik Sastra dan Puisi Gelap

Wawancara Heyder Affan, Wartawan BBC Indonesia
Afrizal Malna (foto bbc indonesia
Penyair Afrizal Malna mampu menyebarkan semacam virus kepada penulis-penulis seangkatan dan sesudahnya, walaupun puisi-puisinya dianggap sulit dipahami.
Pada dekade 1990-an, publik sastra di Indonesia, dikenalkan istilah "afrizalian" oleh seorang kritikus sastra untuk menunjukkan pengaruh gaya puitiknya yang melahirkan banyak pengikut.

Minggu, 13 Maret 2016

Buku Puisi dari Buih Laut

OLEH Ivan Adilla (pengajar di Jurusan Sastra Indonesia, FIB Unand)

Judul Buku: Ombak Menjilat Runcing Karang, Sebuah Antologi Puisi
Karya: Eddy Pranata PNP
Penerbit: CV. Rumahkayu Pustaka Utama, Padang.
Tahun Terbit: Maret 2016
Halaman: x +148 halaman.

Ivan Adilla saat menyajikan makalahnya
Adakah yang bisa dilakukan lelaki saat sendiri di malam sepi pada sebuah pulau karang di tengah laut? Penyair Eddy Pranata PNP memanfaatkan kesempatan itu untuk berdialog dengan ombak, karang, pelangi dan angin. Sebagai petugas navigasi laut, ia   menjalankan pekerjaan di menara suar yang terletak di pulau karang terpencil selama puluhan tahun. Ia menyaksikan kapal, sampan, gelombang, dan para nelayan yang hilir mudik di lautan. Dari tempat sepi itulah ia merajut puisi tentang cinta, kerinduan, persahabatan dan Tuhan. 

Memaknai Rasa pada Empat Perempuan Penyair

OLEH Eva Krisna (Peneliti di Balai Bahasa Sumbar)
Eva Krisna saat diskusi buku antologi puisi
Mereka Berempat
Sulit untuk mengatakan tidak ketika Rieska Praditya Ernaningtyas meminta untuk membedah karya mereka. Inginnya berjarak dengan keempatnya agar ulasan yang akan diberikan terlepas dari cakrawala wawasan tentang mereka sehingga  pemaknaan terbebas dari horizon pengetahuan tentang masing-masingnya. Namun apa daya, kenangan telah terbentang panjang dan perasaan pun telah terjalin lama dengan keempatnya.

Minggu, 10 Januari 2016

Sastra Digital dan Penyebaran Sastra Indonesia Melalui Industri Kreatif

OLEH Cecep Syamsul Hari
1. Sastra Digital
Sastra digital adalah karya sastra yang ditulis dalam format standar (word/powerpoint) atau pdf/microsoft reader/adobe reader dan sejenisnya yang dipublikasikan melalui blog/website atau jejaring sosial di internet.

Senin, 30 November 2015

Sastra Indonesia Kontemporer: Membakar Tuhan dan Ibu yang Terjun ke Laut

OLEH Linda Christanty (Sastrawan)
Sebuah Pengantar
Linda Christanty 
Meski tidak pernah ditulis dalam buku-buku sejarah resmi Indonesia, hampir setengah abad yang lalu Indonesia hari ini dibangun di atas sebuah kudeta militer.
Pemimpin kudeta berdarah itu Suharto, seorang perwira Angkatan Darat. Dia dilantik menjadi presiden sesudah menggulingkan Sukarno, pejuang kemerdekaan, proklamator dan presiden pertama Indonesia. Dia lebih sopan dibanding Jenderal Pinochet yang pasukannya membunuh Presiden Allende di istana presiden di Santiago, karena dia hanya mengurung Presiden Sukarno yang sakit parah sampai mati di sebuah rumah di Jakarta.

Jumat, 11 September 2015

ORASI BUDAYA: Penyair: Ekspirasi, Hasrat, dan Capaian Langit

OLEH Yusmar Yusuf (Budayawan)
Yusmar Yusuf
penyair, memikul tugas ilahiah lewat ‘wajah” jamaliyah Tuhan (kualitas feminin). Karena penyair sadar akan penciptaan manusia, lahir dari sifat jamaliyah. Bukan jalaliyah. Apa-apa yang lahir dari imaji dan jemari penyair adalah sejumlah “keserupaan-keserupaan misteri” dari sifat Tuhan. Bukan dzat Tuhan. Posisi manusia selaku co-Creator di depan Tuhan bukan lagi hamba, tapi khalifah. Di antara makhluk-makhluk Tuhan, yang diberi toga, jubah kehormatan kekhalifahan itu hanyalah manusia. Dia menjadi wakil Tuhan di muka Bumi. Sebuah mandat langit. “Tuhan mencipta manusia dengan kedua tangan-Nya. Kedua-dua tangan itu adalah tangan kanan yang saling berlawanan,” ujar Ibn Arabi.

Jumat, 28 Agustus 2015

Analisis Resensi Novel Tanah Ombak Karya Abrar Yusra, Dari Investigasi ke Fiksi

OLEH Sastri Sunarti (Peneliti Sastra Pusat Bahasa)
Abrar Yusra, Tanah Ombak, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, Cetakan Pertama, April 2002
Kita mengenal beberapa nama pengarang Indonesia yang memiliki latar belakang sebagai wartawan yang juga merangkap sebagai penulis prosa atau puisi. Misalnya, Mochtar Lubis, Harris Effendi Thahar, Veven Sp. Wardhana, dan sederet nama lainnya yang awalnya adalah seorang jurnalis kemudian menjadi novelis maupun cerpenis. Abrar Yusra, termasuk salah seorang wartawan yang kemudian juga tergoda untuk menulis karya sastra berdasarkan pengalaman kewartawanannya.
Novel Tanah Ombak adalah karya novel Abrar yang pertama yang pernah diterbitkan. Novel ini menggambarkan hubungan “istimewa” antara Abim seorang wartawan dengan seorang hostes yang bekerja di sebuah nite club. Awalnya kehadiran Abim ke nite club itu semata-mata untuk memenuhi rasa ingin tahunya mengenai kehidupan malam di kotanya. Dari rasa ingin tahu tersebut, mulai tumbuh semacam empati terhadap salah seorang hostes di nite club itu yang bernama Yasmi.

Rabu, 26 Agustus 2015

Orasi Sastra: Kesaksian Personal

(Disampaikan dalam Silaturahmi Sastrawan Sumatera Barat)

OLEH Darman Moenir
Sastrawan

Saya berbahagia berpidato sastra yang bersifat personal pada hari ini, Sabtu, 22 Agustus 2015.
Betapa lagi pidato ini harus dimulai dengan menyebut halaman Remaja Minggu Ini (RMI) Harian Haluan yang berawal pada 1976 dan berakhir 1999. Ruang ini jadi persemaian kelahiran sastrawan dari Sumatera Tengah penggal kedua abad lampau. Pula, masa-masa itu mendatangkan kenangan tersendiri, sesudah dinamika Grup Krikil Tajam yang saya pimpin pada 1973, berakhir. Sebelum RMI eksis, sudah ada halaman Budaya Minggu Ini (BMI) tiap Selasa.
Izinkan saya menjelaskan, Haluan adalah salah satu surat kabar tertua di Indonesia, didirikan oleh H. Kasoema bersama Adaham Hasibuan dan Amarullah Ombak Lubis. Menurut Wikipedia, Ensiklopedia bebas, edisi perdana Haluan terbit pada 1 Mei 1948 di Bukittinggi. Selama dan sehabis pergolakan PRRI, April 1958 sampai Mei 1969, surat kabar ini berhenti terbit. Pada bulan Mei 1969 Haluan kembali beredar. Tercatat wartawan yang mengawaki Haluan, antara lain, H. Kasoema, Rivai Marlaut, Chairul Harun, M. Joesfik Helmy, Sjafri Segeh, Annas Lubuk, A. Pasni Sata, Rusli Marzuki Saria, Basri Segeh, Sy. Datuk Tuo. Pada generasi berikut muncul nama-nama Benny Aziz, Nasrul Djalal, Sjukril Sjukur, Azurlis Habib, Ersi Rusli, Darman Moenir, Masri Marjan, Wall Paragoan, Yalvema Miaz, Herman L., Mufthi Syarfie.

Minggu, 31 Mei 2015

Sastra Anak di Tengah Sergapan Media Elektronik

OLEH Dra. Mukti Widayati, M. Hum
(Universitas Sukoharjo)
Abstrak
Media elektronik menjadi sarana penting yang menunjang publikasi berkembangnya sastra anak. Bukan sekedar sebuah totntonan yang menyenangkan di berbagai televisi ataupun media elektronik lainnya tetapi lebih mendasarkan fungsinya sebagai alat untuk menanaman nilai-nilai kehidupan yang berkarakter sedini mungkin. Kekhawatiran memang sudah dirasakan oleh berbagai kalangan pendidikan, khususnya sastra. Sastra anak yang mempunyai nilai karakter itu sedikit demi sedikit disergap oleh media elektronik yang semakin canggih. Akibatnya, budaya literasi anak berkurang. Sastra anak yang kaya nilai tidak terdistribusikan dalam kognisi dan afeksi anak.

Optimalisasi Peran Media Massa dalam Upaya Pemberdayaan Sastra Indonesia: Fenomena Sastra Siber dalam Menjelajah Sastra Dunia

OLEH Ninawati Syahrul
(nsyahrul@ymail.com)
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Abstrak
Pers menjadi proses mediasi antara masyarakat dan dunia. Pers diproses oleh jurnalisme agar mempunyai daya persuasi. Jurnalisme memprosesnya melalui tata cara mencari dan menyebarkan informasi dan mengembangkan teknik peliputan dan pendistribusiannya sesuai dengan kultur—termasuk dunia sastra—masyarakat dan semangat zaman.

Minggu, 03 Mei 2015

Industri Kreatif Kebahasaan sebagai Pengenal Identitas Bangsa

OLEH Dendy Sugono
Peneliti Utama Badan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Pendahuluan
Kebangkitan industri kreatif tidak terlepas dari perkembangan pasar berbagai hasil industri. Keterbukaan pasar bagi berbagai industri itu membuka peluang kreativitas olah pikir dan keterampilan untuk mencipta berbagai produk dalam upaya memasuki pasar terbuka tersebut.
Olah pikir dan keterampilan itu ditujukan pada penciptaan industri kreatif, misalnya, bidang desain, fesyen, film/video/fotografi, kuliner, teknologi informasi, musik, barang seni, arsitektur, kerajinan, penerbitan/percetakan, periklanan, permainan interaktif, seni pertunjukan, televisi, dan radio. Betapa besar potensi pengembangan industri kreatif, apalagi didukung oleh keterbukaan pasar pada tingkat nasional ataupun regional (Masyarakat Ekonomi ASEAN).

Jumat, 10 April 2015

Sumbangan Sastra Indonesia dalam RUU Kebudayaan: Kajian Atomisme Logis, Hermeneutik, dan Filsafat Sosial

OLEH Saifur Rohman
Universitas Negeri Jakarta
Email: saifur_rohman2000@yahoo.com
Rancangan Undang-Undang Kebudayaan yang diusulkan oleh legislatif pada 2012 tidak memberikan ruang yang strategis bagi pengembangan bahasa dan sastra Indonesia. Hal itu terbukti melalui pernyataan umum yang reduplikatif sehingga tidak mencerminkan strategi yang khas, lestari, dan sistemik.

Sastra sebagai Media Pendidikan Nilai/Karakter Bangsa

OLEH Ida Bagus Putrayasa
Universitas Penddikan Ganesha
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sastra sebagai media pendidikan nilai/karakter bangsa dalam pembelajaran apresiasi sastra. Penelitian ini dilakukan pada siswa SMP Widya Sakti Denpasar melalui pembelajaran apresiasi sastra.Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dokumentasi, observasi, dan wawancara.

Sastra dalam Era Industri Kreatif

OLEH Ahmadun Yosi Herfanda
Pengajar dan Pecinta Sastra

Abstract

At this time, Indonesia is entering creative industry era, an industry system that based on membership, talent and creativity. Bases of literary work industry, that reside in system of publishing industry, equal to creative industry bases. Even, publishing industry – entered literary work publishing – is one part of the important from creative industry system. However, publisher chance and literary work book remain to be just concern, until remain to be needed “God hand” to save it.

Minggu, 29 Maret 2015

Kasus Bajingan Saut Situmorang

OLEH Hoeda Manis

“Saut bukan kriminal, ia adalah pengkritik yang ingin
melindungi sastra Indonesia dari manipulasi uang dan
kepentingan lain yang mencemarkan sastra Indonesia.”
Irwan Bajang kepada Merdeka.Com

Saut Situmorang (seorang lelaki) menyebut kata “bajingan” di Facebook, yang ditujukan untuk Fatin Hamama (seorang perempuan), dan dia dipolisikan. Atas laporan Fatin, tempo hari Saut dijemput polisi untuk—sesuai istilah mereka—diperiksa sebagai saksi. Penjemputan (atau penangkapan) Saut tersebut dilakukan karena Saut dinilai telah mencemarkan nama baik atau melecehkan Fatin secara verbal.

Jumat, 27 Maret 2015

Andai Saut Situmorang Dipenjara


OLEH Muhammad Al-Fayyadl
Saut Situmorang
Andai Saut Situmorang dipenjara, hanya karena ulah kecilnya mengatakan “bajingan!” dalam polemik buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, maka kita akan kehilangan seorang kritikus yang kreatif memainkan “politik performatif” dalam pergaulan sastra Indonesia kontemporer.

“Politik performatif”, seperti dianalisis Judith Butler dalam Excitable Speech, adalah suatu politik yang mempermainkan bahasa untuk bereaksi atas perilaku orang lain, dan menjadikan bahasa suatu tindakan politik itu sendiri.

Selasa, 24 Maret 2015

Fiksimorfosis Komunitas Sastra Forum Lingkar Pena dari Ideologi ke Industri

OLEH Azwar, S.S, M.Si 
(Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) 
Forum Lingkar Pena (FLP) menarik untuk diteliti dalam pandangan kajian kritis industri budaya. Organisasi penulis ini lahir dalam kerangka ideologis untuk memberikan pencerahan terhadap masyarakat, namun dalam perkembangannya FLP mengalami benturan kekalahan ketika berhadapan dengan industri.

Selasa, 17 Maret 2015

Puisi sebagai Media Pendidikan Berbasis Lingkungan Hidup

OLEH Drs Indra Jaya Nauman, M.Pd.
Pengawas Sekolah Kota Padang, Sumbar
Abstrak
Salah satu tuntutan pendidikan masa depan adalah pendidikan berbasis lingkungan hidup. Untuk pelaksanaan pendidikan berbasis lingkungan hidup diperlukan berbagai media. Dalam makalah ini ditawarkan salah satu media pembelajaran berbasis lingkungan hidup adalah puisi. Terdapat beberapa keunggulan puisi sebagai media tersebut, yaitu: (1) Puisi merupakan refleksi masyarakat, (2) Puisi memiliki pilihan kata khusus, (3) Puisi berkaitan dengan sentuhan perasaan. Terdapat banyak puisi tentang lingkungan hidup, yang dapat diklasifikasikan atas; (1) puisi yang menjadikan lingkungan hidup sebagai atribut, (2) puisi yang menjadikan lingkungan hidup sebagai tema, (3) puisi yang memberikan citra lingkungan hidup yang seimbang, dan (4) puisi yang memberikan citra lingkungan hidup yang tidak seimbang.

Sabtu, 07 Maret 2015

Sastra sebagai Pilihan Model Berpikir Kreatif. Inovatif, dan Demokratis

OLEH Tirto Suwondo
Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta
/1/
Judul paparan ini menuntut pemahaman terhadap apa yang dimaksud dengan istilah (1) sastra, (2) pilihan model berpikir, dan (3) kreatif, inovatif, dan demokratis. Yang dimaksud dengan "sastra" dalam konteks ini merujuk pada pengertian yang diajukan Miller (2002), yaitu penggunaan secara khusus kata-kata atau tanda-tanda yang ada dalam beberapa bentuk kebudayaan manusia di mana pun dan kapan pun. Dalam kaitan ini sastra merupakan suatu kecerdasan universal mengenai kata-kata atau tanda-tanda lain yang dianggap sastra. Sebagai suatu kecerdasan universal, sastra mengeksploitasi kekuatan kata yang luar biasa untuk memberi tanda pada ketiadaan rujukan apa pun. Di samping itu, sastra bukan semata imitasi kata-kata tentang realitas yang sudah ada, melainkan lebih dari itu, sastra merupakan suatu penciptaan atau penemuan dunia baru (metadunia, hiperrealitas).

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...