Tampilkan postingan dengan label SOSOK-TOKOH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SOSOK-TOKOH. Tampilkan semua postingan

Selasa, 06 Agustus 2019

Wartawan dan Penulis yang Dipuji Pengarang Perancis


Muhamad Radjab  Sutan Maradjo
OLEH Hasril Chaniago
Dia menjadi sangat terkenal karena menulis buku Semasa Kecil di Kampung yang juga diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Rusia. Tetapi sesungguhnya dia adalah seorang wartawan yang bekerja di Kantor Berita Antara hingga akhir hayatnya. Namanya Muhamad Radjab Sutan Maradjo, berasal dari Nagari Sumpur di tepian Danau Singkarak, Kabupaten Tanah Datar.
Nama Muhamad Radjab masuk dalam buku Jagat Wartawan Indonesia (JWI) yang ditulis wartawan senior Antara Soebagjo I.N. (PT Gunung Agung 1981).Radjab dilahirkan di kampungnya pada  1913, dan meninggal di Padang 16 Agustus 1970 dalam perjalanan pulang kampung untuk mengikuti Seminar Sejarah dan Budaya Minangkabau di Batusangkar, di mana seminar itu juga dihadiri mantan Wakil Presiden Bung Hatta, Buya Hamka, dan Dr. Bahder Djohan sebagai Ketua Panitia.

Minggu, 04 Agustus 2019

Wartawan Penyelamat Sejarah Minangkabau


RUSLI AMRAN 
OLEH HASRIL CHANIAGO
Rusli Amran adalah salah seorang wartawan asal Minang yang punya peran cukup penting di awal kemerdekaan.  Kurang tiga pekan setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Rusli Amran bersama antara lain Sidi Muhammad Sjaaf, Anas Ma’ruf, dan Suraedi Tahsin, menerbitkan Harian Berita Indonesia. Suratkabar ini pertama kali terbit di Jakarta sejak 6 September 1945 dengan misi mendukung Proklamasi Kemerdekaan, dan punya peran penting dalam menggalang massa untuk menghadiri rapat besar di lapangan Ikada pada tanggal 19 September 1945.

Kamis, 20 Juni 2019

Wartawan dan Penulis Perempuan Pertama Indonesia


SAADAH ALIM
OLEH Nasrul Azwar (Jurnalis)


Dia salah wartawan dan penulis yang menaruh perhatian penuh pada perjuangan dan kesetaraan kaum perempuan di zamannya. Salah satu buktiyang dia kerjakan dengan susah payah ialah mendirikan dan menerbitkan majalah Soeara Perempoeanpada tahun 1924, empat tahun sebelum Soempah Pemoeda dikumandangkan pada 28 Oktober 1928. Suara Perempoeanadalah sebuah majalah yang memiliki visi pergerakan bagi kaum wanitadi Nusantara.
Sosok itu bernama Saadah Alim, perempuan kelahiran Padang, Sumatera Barat, 9 Juni 1897. Diaadalah penulis perempuan Indonesia pertama, yang terkadang saat memublikasikan tulisannya menggunakan nama pena Aida S.A.
Kendati lahir di Kota Padang, Saadah Alim menghabiskan waktu pendidikannya di Kota Bukittinggi, yakni di Sekolah Guru (Kweekschool). Bakat menulisnya sudah kentara sejak di bangku Sekolah Guru ini.
Setelah lulus Kweekschoolatau dikenal juga dengan Sekolah Radjo, tahun 1917, Saadah Alim mengabdisebagai pengajar di HIS selama dua tahun (1918-1920) di kota kelahirannya, Padang. HIS merupakan singkatan dari Hollandsch Inlandsche School (HIS), penamaan sekolah Belanda untuk bumi putera yang didirikan Belanda sebagai konsekuensi politik etis pada tahun 1914. Selanjutnya, dia menjadi guru Meisjes Normaal School (Sekolah Guru Wanita) di Padang Panjang.

Sabtu, 01 Juni 2019

Wartawan dan Perintis Pers Indonesia


MAHJOEDIN DATOEK SOETAN MAHARADJA

Mahjoeddin Datoek Soetan Maharadja adalah salah satu Perintis Pers Indonesia. Ia banyak mendirikan dan menerbitkan surat kabar berbahasa Indonesia. Pada akhir abad ke-19, dia memimpin dua surat kabar berbahasa Indonesia, yaitu Pelita Ketjil (didirikan pada 1 Februari 1886) dan Tjahaja Soematra (1897). Pada tahun 1901, Mahjoedin menerbitkan dan memimpin surat kabar Warta Berita. Surat kabar ini merupakan salah satu surat kabar pertama di Indonesia yang menggunakan Bahasa Indonesia, dipimpin, dan dicetak oleh orang Indonesia.

Jumat, 25 Januari 2019

Sahar BS, Wartawan Sederhana yang Merawat Harga Diri


OLEH Nasrul Azwar
Sahar Bagindo Sutan atau Sahar BS 
Sepanjang kariernya di dunia kewartawanan, Sahar Bagindo Sutan atau lebih dikenal dengan nama Sahar BS banyak menerima penghargaan dari pelbagai lembaga berkaitan dengan capaian dan prestasi sebagai wartawan.
Penghargaan yang dia terima antara lain, “Medali 15 Tahun Kesetiaan Menjalani Profesi Wartawan dari LKBN Antara, Penghargaan 30 Tahun Kesetiaan Profesi dari PWI Pusat (2006), dan Penghargaan Purna Bakti PWI Pusat dari PWI Sumbar (2008).
“Masih banyak piagam perhargaan lainnya yang diterima Papa tapi karena banjir bencana gempa bumi, berkas arsip dan piagam itu rusak dan hancur. Hanya ada 3 piagam itu yang masih tersimpan pada putra-putri Papa,” kata Fifi Suryani, anak keempat dari delapan bersaudara pasangan suami-istri Sahar BS dan Yuniar ini kepada penulis, akhir November 2017 lalu.

Sabtu, 27 Oktober 2018

Rusli Marzuki Saria, Wartawan Mantan Pejuang PRRI


OLEH Nasrul Azwar (Jurnalis)
Rusli Marzuki Saria (Foto Faiz)
Saat artikel ini rampung ditulis pada medio Desember 2017, Rusli Marzuki Saria belum mendapat undangan berangkat ke Thailand untuk menerima “SEA Write Award 2017” dari Kerajaan Thailand. Penghargaan ini rencananya akan diserahkan pada Oktober 2017 tapi karena alasan yang belum diketahui dari pihak panitia, sosok yang akrab dipanggil “Papa” hingga kini masih bersifat menunggu informasi lebih lanjut.
Buku kumpulan puisi Rusli Marzuki Saria One by One Line by Line yang bilingual ini diterbitkan Kabarita Padang (2014), meraih hadiah sastra bergengsi, yang juga disebut “Nobel Sastra”nya Asia Tenggara, pada tahun 2017.
“Inilah puncak capaian Papa Rusli Marzuki Saria, salah seorang sastrawan dan budayawan Sumatera Barat yang membanggakan kita,” kata Yusrizal KW, pendiri penerbit Kabarita, yang juga seorang sastrawan itu.

Jumat, 17 Agustus 2018

Sjahruddin, Wartawan Pejuang yang Meninggal di Pecahan Granat


OLEH Nasrul Azwar (Jurnalis)


Setelah Soekarno yang didampingi Muhammad Hatta mengumandangkan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Jumat, 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB, di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat, Sjahruddin, seorang wartawan senior di Kantor Berita Domei (kini LKBN Antara), menyelinapkan secarik kertas yang bernilai tinggi itu. Sjahruddin bergegas dan berhati-hati karena tentara Jepang masih berkeliaran. Tertangkap, nyawa melayang.   

Jumat, 27 April 2018

Rivai Marlaut, Wartawan yang “Dicari” Wakil Presiden Adam Malik


OLEH Nasrul Azwar
Sejak kecil cita-cita Rivai Marlaut menjadi wartawan dan penulis. Hanya itu yang ada dalam pikirannya. Kedua orangtuanya menambatkan harapan agar Rivai Marluat menjadi seorang insinyur, ahli teknik. Untuk mewujudkan cita-cita itu, orang tuanya memasukkan Rivai kecil ke sekolah Ambacht bagian besi tetapi sekolah itu tak membuatnya menjadi seorang teknisi.

Kekerasan hatinya menjadi seorang wartawan dan penulis, dia buktikan dengan merantau meninggalkan kampung halamannya, Koto Baru, Solok. Pada usia 23 tahun, usia yang tageh-tagehnya, Rivai muda berkelana ke Pulau Jawa. Di Jawa, sekira tahun 1935, Rivai Marlaut bergabung dengan surat kabar Pemandangan yang dipimpin Saeroen, sebuah surat kabar umum tapi menaruh perhatian pada budaya Betawi. Pemimpin Redaksi Soeroen menempatkannya Rivai Marlaut pada “Desk Luar Negeri” hingga dia pindah.

Selasa, 27 Februari 2018

Kasoema, Wartawan Tiga Zaman yang Tak Suka Banyak Bicara


OLEH Nasrul Azwar

Dalam sebuah buku antologi artikel Mesin Ketik Tua (Paparan, Ulasan, dan Komentar Wartawan Tua) yang ditulis H Kamardi Rais Datuak Panjang Simulie (PPIM: 2005), dikisahkan konsistensi dan komitmen Kasoema terhadap perjuangan pers nasional.
Kasoema menyebut Haluan, surat kabar yang dia dirikan bersama-sama dengan teman seperjuangannya, ialah koran republik di daerah pendudukan Belanda di Bukittinggi. Tekanan dan represif terhadap Haluan, terutama saat pendudukan Belanda, sudah sering dialami jajaran redaksi, juga tentunya saat PRRI.
Suatu kali, kisah Kamardi Rais, Mr. Hins seorang petinggi Belanda mendatangi Kantor Haluan di Bukittinggi. Hins mendesak agar tulisannya dimuat harian ini. Tulisan yang akan diturunkan ity berisi seruan kepada penduduk dan pegawai negeri untuk kembali ke kota.

Minggu, 18 Februari 2018

Landjoemin Datoek Toemanggoeng, Kematian yang Tragis?

OLEH Nasrul Azwar
Landjoemin Datoek Toemanggoeng—namanya ditulis sesuai dengan ejaan saat itu—salah seorang  pegiat pers pribumi yang aktif dan bervisi modern pada awal abad-20. Dia juga sosok yang dekat dengan Belanda.
Media yang dia gawangi majalah Tjahja Hindia dan sebuah surat kabar Harian Neratja. Surat kabar Harian Neratja dinilai saat itu sudah modern karena telah mampu menampilkan foto-foto dalam terbitannya dan tata lelak yang lebih baik dari media lainnya. Selain itu, surat-surat kabar merupakan media pers milik orang Indonesia.  
Selain yang dua disebutkan di atas, dia juga mengelola beberapa surat kabar berkala pribumi antara lain Soeloeh Peladjar dan Pedoman Prijaji. Harian Neratja kemudian berubah nama menjadi Harian Hindia Baroe. Sebelum mendirikan media, Landjoemin pernah sebagai wartawan di Bintang Timoer.

Abdul Rahim Ishak, Wartawan Peraih “Jasawan Agung Minang” di Singapura

OLEH Nasrul Azwar

Abdul Rahim Ishak ialah wartawan yang sukses meniti karier di dunia politik. Capaian jabatan tertinggi di Pemerintahan Singgapura adalah Menteri Senior Negara, Kementerian Luar Negeri, dan Komisioner Tinggi ke Selandia Baru serta pernah menjadi Duta Besar untuk Republik Indonesia. Persatuan Minangkabau Singapura memberinya Anugerah Jasawan Agung Minang.
Abdul Rahim Ishak adalah adik dari Yusof Ishak, Presiden Pertama Singapura (1965- 1970) dan Aziz Ishak, pernah menjabat Menteri Pertanian dan Koperasi di bawah Kabinet Menteri Tunku Abdul Rahman.
Ketiganya merupakan tokoh penting dalam sejarah Negeri Singapura dan Malaysia. Tiga badunsanak urang awak yang menggetarkan Negeri Jiran itu berprofesi wartawan dan politisi. Catatan sejarah keluarga Ishak di Negeri Singapura dan Malaysia memang mengangumkan. 

Rabu, 28 Januari 2015

Yusrizal KW, Satu Tubuh dengan Banyak Tangan


OLEH Deddy Arsya
Sastrawan
Yusrizal KW
Yusrizal KW adalah seorang pelintas batas. Dia satu tubuh dengan banyak tangan, tangan yang terus bergerak, menjangkau, dan menggapai impiannya. Dia cerpenis, penyair; dia juga perupa, kritikus seni; dia pengusaha, kelas kaum saudagar; dia wartawan dan redaktur surat kabar sekaligus; dia guru tanpa SK juga aktivis sosial di saat yang bersamaan. Orang-orang akan sulit mengkategorikannya, kepada keranjang mana dia harus ditempatkan. Tapi tidak apa, toh, KW juga seorang yang menolak kategorisasi-kategorisasi.

Minggu, 20 April 2014

ABDUL MUIS: Kemampuan Bahasa Belandanya Melebihi Orang Belanda

Abdul Muis
Abdul Muis lahir pada tanggal 3 Juni 1883 di Bukittinggi, Sumatra Barat. Ia adalah putra Datuk Tumenggung Lareh, Sungai Puar. Seperti halnya orang Minangkabau, Abdul Muis juga memiliki jiwa petualang yang tinggi. Sejak masih remaja, ia sudah berani meninggalkan kampung halamannya, merantau ke Pulau Jawa. Bahkan, masa tuanya pun dihabiskannya di perantauan.
Sastrawan yang sekaligus juga pejuang dan wartawan ini meninggal dunia di Bandung pada tanggal 17 Juni 1959 dalam usia 76 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Taman Pahlawan Cikutra, Bandung. Ia meninggalkan 2 orang istri dan 13 orang anak.
Abdul Muis lulusan Sekolah Eropa Rendah (Eur. Lagere School atau yang sering disingkat ELS). Ia pernah belajar di Stovia selama tiga setengah tahun (1900--1902). Namun, karena sakit, ia  keluar dan sekolah kedokteran tersebut. Pada tahun 1917 ia  pergi ke negeri Belanda untuk menambah pengetahuannya.

Muhammad Alwi Dahlan: Orang Minang Peraih Doktor Ilmu Komunikasi Pertama Indonesai

Muhammad Alwi Dahlan
Muhammad Alwi Dahlan atau dikenal dengan Alwi Dahkan tercatat sebagai doktor ilmu komunikasi pertama Indonesia lulusan Amerika Serikat tahun 1967, tepatnya dari Illionis University, Urbana dengan tesis "Anonymous Disclosure of Government Information as a Form of Political Communication". Pergi sekolah ke negeri Paman Sam tahun 1958 saat sedang kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI) berdasarkan beasiswa foreign sudent leadership project di Minnesota, Alwi Dahlan sebelumnya berhasil meraih gelar B.A dari American University, Washington DC tahun 1961.
Gelar B.A. ini menurut Surat Keputusan Lihat Daftar Menteri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu setara dengan S-1. Di Washington, untuk membiayai kuliah pria kelahiran Padang, Sumatera Barat 15 Mei 1933 ini bekerja sebagai penjaga malam di Kedutaan Besar RI. Sebelum meraih gelar doktor, keponakan sutradara film terkemuka Sutradara Usmar Ismail ini melanjutkan pendidikan ke Stanford University, di California untuk meraih gelar Master of Arts (M.A.) bidang ilmu komunikasi massa tahun 1962.

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...