Sabtu, 25 Februari 2023

Empat Tahun Setelah Unesco Menetapkan Sawahlunto Warisan Dunia

BADAN PENGELOLA BELUM TERBENTUK

REPORTASE Nasrul Azwar, Rahmat Irfan Denas

Mantagisme.com–Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto atau Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto ditetapkan sebagai Warisan Dunia Unesco, Sabtu, 6 Juli 2019 di Kota Baku, Azerbaijan, pukul 12.20 waktu setempat. Penetapan ini diumumkan pada gelaran Sesi ke-43 Pertemuan Komite Warisan Dunia.

Penantian panjang ini menjadi momentum yang menegangkan bagi bangsa Indonesia dan rombongan Sumatera Barat yang hadir saat penetapan. Tantangan ke depan ialah benahi Kota Sawahlunto.

"Mewakili masyarakat Sumatera Barat, saya menyampaikan rasa syukur dan bangga karena Sawahlunto sudah masuk sebagai situs Warisan Dunia Unesco," kata Irwan Prayitno tak lama setelah penetapan itu diuumumkan di Baku, Azerbaijan.

Itu empat tahun lalu. Kini sudah 2023. Saat itu, Irwan menyebut, sebagai situs warisan dunia, Kota Sawahlunto akan memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal, terutama yang berkaitan dengan pariwisata dan nilai-nilai sejarah. Pemerintah akan menetapkan Kota Sawahlunto menjadi destinasi wisata sejarah.

Untuk itu, ia mengimbau agar semua pihas bersama-sama berkomitmen untuk menjaga warisan budaya dunia ini. Dampaknya akan sangat besar mendatangkan kebaikan, penghasilan untuk kesejahteraan masyarakat.

Wali Kota Sawahlunto Deri Asta mengaku sangat gembira dan senang atas penetapan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto sebagai Warisan Dunia Unesco.

“Hari ini akan dikenang sebagai hari yang sangat bersejarah bagi warga Kota Sawahlunto. Hari yang luar biasa dan akan selalu kita kenang," kata Deri Asta dengan wajah gembira, empat tahun lalu.

Dikatakannya, penetapan tersebut tidak hanya membuat bangga masyarakat Sawahlunto, tapi juga masyarakat Sumatera Barat dan Indonesia.

"Ini penghargaan yang luar biasa. Usaha kita akhirnya membuahkan hasil. Tambang batu bara ini merupakan tambang yang secara masif dan besar-besaran pertama di Asia Tenggara," katanya.

Lebih lanjut Deri Asta mengatakan, penetapan ini merupakan upaya yang sangat luar biasa dan hasil kerja sama semua pihak; yaitu masyarakat pada umumnya, Pemerintah Kota Sawahlunto, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, serta kementerian terkait.

Ia menegaskan komitmennya, khususnya Pemerintah Kota Sawahlunto untuk melestarikan warisan dunia ini dengan segala dukungan kebijakan dan infrastruktur yang memadai. Sebagai informasi, selain Kota Sawahunto, wilayah penetapan nominasi ini juga melintasi beberapa kota/kabupaten lainnya di Sumatera Barat, yaitu Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang Panjang, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kota Solok, dan Kabupaten Solok.

Tantangan Berat

Sementara, Nurmatias, saat menjavat sebagai Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BLCB) Sumatera Barat yang berperan penting dalam proses pengusulan beberapa tahun lalu agar Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto ditetapkan sebagai Warisan Dunia Unesco.

“Dengan ditetapkan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto sebagai Warisan Dunia oleh Unesco merupakan langkah awal bagi Kota Sawahlunto untuk melakukan kerja sama dan komitmen melestarikan kebudayaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini jelas sangat membanggakan bagi Sawahlunto, Minangkabau, dan Indonesia,” kata Nurmatias.

Menurut sosok sederhana Kepala BLCB ini, penetapan ini akan member arti besar dan penting untuk memperkenalkan Sawahlunto kepada masyarakat dunia. Ini merupakan promosi, publikasi dan diplomasi kebudayaan  Indonesia dengan masyarakat dunia. “One way ticket bagi kita untuk memperkenalkan Indonesia dalam komunikasi dan pergaulan dunia,” urainya.

Selanjutnya, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menindaklanjuti dengan konkret semacam perjanjian kesepahaman dengan semua pemangku kepentingan baik dengan pemerintah kabupaten-kota, kementerian  dan lembaga-lembaga relevan.

“Semua pemangku kepentingan harus membuat badan pengelola dan rencana aksi menjaga Sawahlunto. Masyarakat, pemerintah dan akademisi serta anak-anak muda komunitas pencinta warisan budaya untuk bersinergi agar Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto terjaga dan berkembang,” jelas Nurmatias.

Warga Sawahlunto Tak Tahu

Kendati penetapan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto sebagai Warisan Dunia oleh Unesco disambut gembira para pejabat bai pemerintah pusat maupun daerah, dari bincang-bincang dengan warga Sawahlunto beberapa jam setelah pengumuman di Baku, Azerbaijan, banyak yang mengaku tak tahu dan kurang memahami penetapan kotanya sebagai Warisan Dunia.

“Tidak tahu saya kota ini ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh Unesco. Yang jelas bagi kota ini jangan sampai sepi. Pemerintah harus sering buat kegiatan yang bisa mengumpulkan orang ramai. Hendaknya setiap hari. Apakah Unesco atau lainnya, bagi kami panggaleh yang hebat itu keramaian setiap malam ada di Sawahlunto,” kata Imahniati, 57 tahun, pedagang goreng pisang, bakwan, dan aneka lontong di Pasar Remaja Sawahlunto. Yang senada dengan Imahniati cukup banyak di Kota Sawahlunto yang umumnya mereka berdagang kecil-kecilan.

Rutin

Pertemuan komite Unesco diselenggarakan sejak 30 Juni hingga 10 Juli 2019 merupakan acara rutin tahunan Komite Warisan Dunia (World Heritage Committee) yang dimandatkan oleh Konvensi tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia (Convention concerning the Protection of World Cultural and Natural Heritage) atau yang secara singkat disebut sebagai Konvensi Warisan Dunia 1972.

Di tahun 2019 ini, terdapat total 36 situs yang dinominasikan untuk masuk ke dalam Daftar Warisan Dunia, dan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto menjadi salah satunya.

Di Kota Sawahlunto, masih berdiri kokoh sisa-sisa industri pertambangan batu bara di era kolonialisme. Menjadi bagian dari sejarah dan perkembangan kebudayaan di Sumatera Barat, Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto dianggap memenuhi kriteria internasional untuk diinskripsi menjadi warisan dunia.

Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto pantas diposisikan sebagai warisan dunia karena konsep tiga serangkai yang dicetuskan oleh Pemerintah Belanda pada masa itu. Tiga serangkai meliputi industri pertambangan batubara di Sawahlunto, yang selanjutnya dibawa keluar Sawahlunto dengan menggunakan transportasi kereta api melalui wilayah Sumatera Barat, dan sistem penyimpanan di Silo Gunung di Pelabuhan Emmahaven, atau Teluk Bayur sekarang.

Ini menunjukkan perkembangan teknologi perintis abad ke-19 yang menggabungkan antara ilmu teknik pertambangan bangsa Eropa dengan kearifan lingkungan lokal, praktik tradisional, dan nilai-nilai budaya dalam kegiatan penambangan batubara yang dimiliki oleh masyarakat Sumatera Barat.

Hubungan sistemik industri tambang batubara, sistem perkeretaapian, dan pelabuhan ini berperan penting bagi pembangunan ekonomi dan sosial di Sumatera dan di dunia. Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto menggambarkan dinamisnya interaksi sosial dan budaya antara dunia timur dan barat, yang berhasil mengubah daerah tambang terpencil menjadi perkotaan dinamis dan terintegrasi.

Adapun pengajuan kriteria Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto yang menjadi Nilai Universal Luar Biasa (Outstanding Universal Value) karena adanya pertukaran penting dalam nilai-nilai kemanusiaan sepanjang masa atau dalam lingkup kawasan budaya dalam perkembangan arsitektur dan teknologi, seni monumental, perencanaan kota dan desain lansekap.

Selain itu, keunikan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto menunjukkan adanya pertukaran informasi dan teknologi lokal dengan teknologi Eropa terkait dengan eksplotasi batubara di masa akhir abad ke-19 sampai dengan masa awal abad ke-20 di dunia, khususnya di Asia Tenggara. Ada juga karya arsitektur dan kombinasi teknologi atau lanskap yang menggambarkan tahapan penting dalam sejarah manusia yang menunjukkan rangkaian kombinasi teknologi dalam suatu lanskap kota pertambangan yang dirancang untuk efisiensi sejak tahap ekstraksi batubara, pengolahan, dan transportasi, sebagaimana yang ditunjukkan dalam organisasi perusahaan, pembagian pekerja, sekolah pertambangan, dan penataan kota pertambangan yang dihuni oleh sekitar 7.000 penduduk.

Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Prof. Dr. Arief Rachman menyatakan bahwa penetapan status warisan dunia bukanlah tujuan utama dari diplomasi budaya kita.

Dikatakannya, pengakuan internasional ini, Indonesia harus dapat memastikan identifikasi, perlindungan, konservasi dan transmisi nilai-nilai luhur warisan bangsa dapat terjadi dan berkelanjutan dari generasi ke generasi.

Selain perlindungan dan edukasi, status warisan dunia sudah seyogyanya juga dapat dimanfaat secara optimal untuk mendatangkan manfaat ekonomi. “Pada akhirnya, status warisan dunia ini harus bisa meningkatkan harkat hidup dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya,” terangnya.

Hingga saat ini Indonesia telah memiliki total 9 Warisan Dunia. Lima pada kategori Warisan Budaya, yaitu Kompleks Candi Borobudur (1991), Kompleks Candi Prambanan (1991), Situs Manusia Purba Sangiran (1996), Lanskap Budaya Provinsi Bali: Sistem Subak sebagai Manifestasi dari Filosofi Tri Hita Karana (2012), dan Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto (2019). Adapun pada kategori Warisan Alam terdapat empat warisan, yaitu Taman Nasional Ujung Kulon (1991), Taman Nasional Komodo (1991), Taman Nasional Lorentz (1999), dan Hutan Hujan Tropis Sumatera (2004).

Bukan Hanya Tambang

Kota Sawahlunto memiliki banyak peninggalan dari masa kolonial Belanda. Sisa-sisa kejayaaan itu dapat disaksikan melalui infrastruktur, bangunan, dan bekas galian tambang. Namun, daya tarik Sawahlunto sebenarnya tidak hanya berupa benda saja. Terdapat tradisi dari beragam etnik yang hidup di Kota Sawahlunto dan terus dilestarikan.

Hal itu dikatakan sejarawan dan peneliti dari UIN Imam Bonjol Padang Dr Sudarman. "Di Sawahlunto, terdapat tradisi dari berbagai etnik yang muncul sebagai kearifan lokal masyarakat akibat pembauran hubungan sosial kemasyarakatan yang tercipta sejak berabad-abad silam. Hal ini bisa menjadi atraksi budaya yang disuguhkan selain dari tinggalan bangunan dan bekas kawasan tambang," ujar Sudarman.

Sejak dijalankannya proyek pertambangan di akhir abad ke-19 silam, Sawahlunto dikenal sebagai kota multietnik. Ribuan pekerja etnis Jawa, Sunda, Batak, Cina, dan Minangkabau didatangkan untuk menambang batu bara. Sampai sekarang, mereka berdampingan di kota ini. "Oleh sebab itu, Sawahlunto bisa dikatakan sebagai miniatur Indonesia," tambahnya.

Salah satu etnik yang memberi warna di Sawahlunto adalah Jawa. Meski sudah lebih dari seratus tahun tinggal di Ranah Minang, warna budaya Jawa kental terasa. Dari tradisi Jawa, kita bisa saksikan kesenian wayang kulit, kuda lumping, dan Grebeg Suro.

"Di Sawahlunto, etnik Jawa menyumbang persentase terbesar setelah Minang. Saat ini, tercatat sebanyak 30 persen penduduk Sawahlunto merupakan etnis Jawa," jelas Sudarman.

Dari Batak, ada kesenian musik gondang sembilan dan tari tor-tor. Adapun dari Minang, ada tradisi makan bajamba. Sudarman mengapresiasi Pemerintah Kota Sawahlunto memberi ruang bagi tiap etnik untuk mengekspresikan dan melestarikan budaya.

"Terlebih saat ini Sawahlunto telah mendapat pengakuan sebagai Warisan Dunia dari Unesco. Setiap tradisi yang ada di dalamnya harus lestari," tandasnya.

Belum Ada Badan Pengelola

 Empat tahun sudah berlalu, namun Badan Pengelola Warisan Budaya Dunia belum dibentuk, yang semestinya dilakukan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek RI. Padahal, pembentukan badan pengelola merupakan amanat dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Badan pengelola nantinya akan mempermudah koordinasi mengenai pengembangan dan pemeliharaan kawasan. Selain itu, badan pengelola juga akan menjadi wadah dalam mengkomunikasikan segala kepentingan yang terkait termasuk dalam hal koordinasi anggaran.

Semnetara itu, Pemerintah Kota Sawahlunto, hingga kini mengaku masih menunggu tindak lanjut dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemendikbudristek untuk realisasi pembentukan badan pengelola Warisan Dunia Unesco Tambang Batubara Ombilin.

Dilansir kompas.id, Kamis (29/12/2022), Wali Kota Sawahlunto Deri Asta, mengatakan, sejauh ini belum ada informasi dari Kemendikbudristek untuk jadwal pembentukan badan pengelola.

”Namanya Badan Pengelola Warisan Dunia. Ada beberapa unit di sana, salah satu unitnya nanti Warisan Dunia Tambang Batubara Ombilin. Itu wacana terakhir. Kami belum dapat informasi saat ini. Kami masih menunggu,” kata Deri Asta.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid, Kamis (22/12/2022), mengatakan, badan pengelola sebenarnya bisa dibentuk pemda, dunia usaha, ataupun masyarakat. Walakin, selama ini ada harapan bahwa kementerian juga memegang peran.

”Sebenarnya pembicaraan mengenai hal itu (pembentukan badan pengelola) sudah berulang-ulang kami lakukan. Cuma waktu untuk duduk bersama menetapkan dan membentuk itu. Harapan saya, sih, dalam waktu tidak terlalu lama itu terjadi,” kata Hilmar dikutip kompas.id

Hilmar mengaku sering berkomunikasi dengan Wali Kota Sawahlunto Deri Asta terkait dengan pembentukan badan pengelola ini. Pembicaraan tentang pembentukan badan pengelola ini sudah hampir final. Tinggal tahap lebih teknis bertemu dan menyepakati bentuk pembagian kerja dan membentuk organisasinya.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...