Minggu, 19 Mei 2019

Islam Nusantara Sudah Tertolak di Minangkabau


TANPA DIUMUMKAN MUI SUMBAR
SEPERTI YANG sudah terjelaskan kepada publik, terutama di Minangkabau, Sumatera Barat, bahwa Islam Nusantara itu ialah Islam yang harus menyesuaikan dengan adat budaya Nusantara, maka suka tidak suka, Islam Nusantara otomatis tertolak di Minangkabau karena bertentangan filosofinya ABS-SBK (Adat Basyandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah).
Ada tiga alasan. Pertama dalam perspektif prinsip akidah Islam. Kedua gatra teologi masyarakat adat Minangkabau, dan ketiga sisi kecenderungan politisasi paham keagamaan,” kata Dr Yulizal Yunus, M.Si, di kediamannya di kawasan Balimbiang, Padang, Minggu, 24 Februari 2019.
Menurut pemerhati adat dan budaya Minangkabau yang juga dosen senior di Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol, tiga aspek itu berkaitan dengan ditolaknya Islam Nusantara itu di Sumatera Barat.
Ia menjelaskan, ditolaknya paham Islam Nusantara dari perspektif prinsip akidah karena mengesankan Islam tidak lagi menjadi sumber kebudayaan.
“Dalam praktiknya, terkesan kebudayaan Nusantara yang menjadi sumber Islam atau Islam yang dipaksa sesuai dengan adat budaya. Fenomena ini mengesankan akidah islamiah tak murni lagi dan sulit diterima, meskipun dalam aspek sosiologis keberagamaan masyarakat itu sendiri tidak terlepas dari budaya Nusantara,” ujar Yulizal Yunus bergelar adat Datuak Rajo Bagindo.
Dijelaskannya lebih jauh, selain ditolak dari perspektif prinsip akidah Islam, Islam Nusantara tertolok menurut gatra masyarakat adat Minangkabau. DitegaskanYunus, adat di Minangkabau adalah pelaksanaan ajaran Islam.
“Intinya adalah adat melaksanakan Islam yang kuat bersumber wahyu, meskipun pengaruh global tetap kuat mengubah perilaku. Bedakan dengan perilaku. Perilaku bisa saja berubah, yang nilai adat tetap dan tidak berubah, bahwa adat itu melaksanakan Islam. Kalau ada rupa-rupa perbuatan, percakapan, penuturan, gerak, aktivitas, yang bertentangan dengan Islam, maka dapat dicatat itu adalah perilaku,” paparnya.
Selain itu, tambahYunus, teologi masyarakat hukum adat (MHA) 544 nagari di Minangkabau yang dihormati dan dilindungi Undang Undang Dasar seperti MHA lainnya di Indonesia sudah mempunyai konsesus dan menjadi filosofi ABS-SBK.
“Konsesus itu berasal dari kesepakatan Sumpah Sati Marapalam pada Mei 1403. Inti perinsip dasarnya adalah Adat Basandi Syara’ (Islam). Artinya Islam menjadi sumber adat budaya. Perinsip dasar itu dieksplisitkan dalam komitmen dan strategi pelaksanaan konsesus dan filosofi ABS-SBK itu, apa yang disebut dengan SM-AM (Syara’ Mangato Adat Mamakai). Artinya Islam mengatakan, adat memakainya,” tuturYulizal.
“Adapun sisi ketiga, yakni kecenderungan politisasi penyebaran penyeragaman paham agama secara nasional. Saya kira ini yang kurang nyaman dan damai. Padahal, UUD NRI 1945 memberi kebebasan beribadah sesuai akidah, berarti tidak boleh diseragamkan, karena penyeragaman begitu tidaklah maksud dari Bhinneka Tunggal Ika yang kita laksanakan sebagai salah satu pilar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di samping Pancasila, UUD NRI 1945 dan NKRI,” kata alumni dan Lemhannas ini.
“Saya yakin inilah substansi penolakan Ketua Umum MUI Sumbar beberapa waktu yang lalu, menolak penyebaran penyeragaman paham yang secara politik memaksa menerima paham Islam Nusantara. Penolakan itu didukung masyarakat beragama dan masyarakat hukum adat di Minangkabau, karena adat meraka melaksanakan Islam,” paparnya.
Yulizal Yunus yang juga pemangku adat “limbago” dengan gelar Datuk Rajo Bagindo kepala suku Kampai ini meminta agar orang Minangkabau mengamalkan kebebasan beribadah sesuai akidah mereka seperti yang diamanatkan UUD 1945.
“Sungguh pun demikian, kita tidak menutup mata, Mungkin ada yang belum terjelaskan mengenai esensi dan substansi (inti) paham penting lainnya dari Islam Nusantara itu kepada publik. Kalau begitu katanya penting para pendiri dan penganut paham Islam Nusantara ini menjelaskan kepada masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika ini, apa yang dimaksud lebih jauh dan dalam Islam Nusantaraitu,” saran dan fungsionaris organisasi adat Sekum Bakor-KAN Sumatera Barat ini. n rahmat denas


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...