Senin, 18 Maret 2024

Babonisasi di Bantul


oleh
zukri saad

Itulah jika kepala daerah berasal kalangan pengusaha. Umumnya kreatif dalam bermanuver mengelola keuangan publik yang menjadi kewenangannya. Tentu saja pendekatan sangkil-mangkus, cost benefit rasio, dan visi yang berpihak rakyat menjadi pengendalinya. Fenomena ini menghadirkan pemahaman kepada Uwan tentang bagaimana memimpin secara produktif-mangkus di era reformasi, di era otonomi daerah yang berkombinasi dengan naluri bisnis berbasis kewirausahaan sosial (public service entrepreneurship).

Hal ini tercermin dari penampilan Bupati Bantul, Drs. H. M. Idham Samawi, 53 tahun. “Anak pisang” Nagari Magek ini, sebelum menjabat bupati adalah pemilik dan pengelola Harian Kedaulatan Rakyat, koran Yogyakarta paling besar oplahnya. Sejak 1999 menduduki posisi bupati, menggantikan Bupati Bantul yang dulu pernah heboh karena membunuh wartawan setempat.

Rencana Strategis Kabupaten Bantul 2001-2005 menggariskan perlunya memacu percepatan pembangunan daerah melalui kebijakan khusus untuk mendorong dan mewujudkan percepatan peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat. Ada lima kebijakan strategis, di antaranya bidang pendidikan/pengembangan sumber daya manusia yang merupakan prioritas pertama. Pengembangan sektor pendidikan mengarah kepada pemberdayaan masyarakat  menggunakan prinsip community based education dan school-based management.

Prinsip ini diimplementasikan melalui peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendidikan dasar, menengah, dan kejuruan yang meliputi pembangunan dan revitalisasi SD; penuntasan wajib belajar 9 tahun; pembentukan Dewan Sekolah dan Dewan Pendidikan; peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru dan lain-lain. Untuk peningkatan kualitas guru dan pelayanan pendidikan, tahun anggaran 2002, dengan dana Rp2 miliar 124 guru disekolahkan ke Strata 2, mengambil bidang manajemen berbasis sekolah. Ada pula dana Rp12 miliar dialokasikan untuk kesejahteraan guru-guru.  Khusus untuk peningkatan kualitas gizi anak SD, bupati membuat kebijakan tertentu yang keluar dari pakem pembangunan sentralistik umumnya.

Berbasis naluri bisnis, sejak 2003 yang lalu, Kabupaten Bantul menerapkan kebijakan pengelolaan program PMTAS (proyek makanan tambahan untuk anak sekolah). Bupati melihat, pengelolaan PMTAS rawan korupsi atau paling tidak rawan penyunatan oleh pelaksana. Ia menemukan, kongkalingkong dapat saja terjadi di tingkat dinas, kecamatan, sampai aparat pengelola di sekolah-sekolah. Bisa saja sekadar perubahan menu, pengurangan jenis sampai-sampai pengurangan harga. Intinya, pengelolaan yang sudah menggunakan juklak dan juknis itu tetap saja terbuka untuk dikorupsi. Untuk itu bupati memutuskan kebijakan pengalokasian dana langsung kepada anak, tidak lagi melalui jalur birokrasi berjenjang seperti sebelumnya. Bupati melakukan short-cut, kebijakan jalan pintas pengalokasian dana sekaligus memperkecil peluang korupsi oleh pelaksana.       

Di Kabupaten Bantul tercatat lebih 93.000 anak yang tersebar pada 1.009 buah Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, baik negeri maupun swasta. Tiap anak mendapat jatah 3 ekor ayam petelur yang secara lokal disebut ayam babon. Dana pengadaan ayam berasal dari dana PMTAS, Rp21 ribu per ekor. Bila tiap anak mendapat Rp63 ribu, maka nilai proyek mencapai Rp5,4 miliar lebih.

Anak-anak yang umumnya berbasis perdesaan ini, bertanggung jawab memelihara ayam babon yang siap bertelur tersebut dan diharuskan mengkonsumsi telurnya tiap hari. Bila satu hari bertelur maksimal 3 butir, semuanya boleh dimakan. Pola ini, di samping meningkatkan gizi secara pasti, adalah untuk melatih si anak untuk mulai bertanggung jawab.

Secara rutin, ada rapat-rapat Dewan Sekolah mengevaluasi pelaksanaan program. Ada kegiatan turun ke lapangan segala, lengkap dengan wawancara terhadap orang tua sekaligus membahas berbagai kesulitan yang dihadapi orang tua sehari-hari. Memang, ditemukan berbagai pelanggaran. Tapi itu manusiawi. Misalnya, akibat tekanan ekonomi, telurnya harus dijual atau justru dimakan bersama sekeluarga. Malah ada yang sudah menjual ayamnya sebelum sempat bertelur.

 Apapun kendalanya, tentu ada saja jalan keluarnya. Namun PMTAS versi Bantul ini setidaknya memberikan dampak samping yang lain, seperti interaksi intensif orang tua melalui forum Dewan Sekolah. Upaya ini diperhitungkan menghadirkan sinergi masyarakat dan sekolah secara berkelanjutan. Bukan tak mungkin, masyarakat sendiri setelah merasakan manfaatnya, akan mempersiapkan program sejenis bila fasilitas pemerintah itu berakhir. (ZS)         

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...