Jumat, 11 Juli 2014

Rajo Adat dan Rajo Ibadat

OLEH Puti Reno Raudha Thaib
Ketua Umum Bundo Kanduang Sumatera Barat
Puti Reno Raudha Thaib
Setelah secara sepintas pada minggu lalu disampaikan tentang institusi Rajo Alam, maka selanjutnya marilah kita melihat pula sebuah institusi yang masih punya kaitan erat dengan institusi Rajo Alam, yaitu Rajo Adat dan Rajo Ibadat yang disebut juga sebagai Rajo Duo Selo.
Rajo Adat yang berkedudukan di Buo adalah salah seorang dari Rajo Duo Selo di samping Raja Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus. Juga menjadi salah seorang dari Rajo Tigo Selo yang dikepalai oleh Raja Alam. Rajo Adat berwenang memutuskan perkara-perkara masalah peradatan, apabila pihak Basa Ampek Balai tidak dapat memutuskannya. Apabila ada persoalan adat yang tidak mungkin pula dapat diputuskan oleh Raja Adat, persoalan tersebut dibawa kepada Raja Alam. Raja Alam lah memutuskan segala sesuatu yang tidak dapat diputuskan oleh yang lain.

Seorang Portugis bernama Thomas Diaz pada tahun 1684 diizinkan Belanda untuk memasuki daerah pedalaman Minangkabau. Menurut laporannya, dia bertemu dengan Raja Adat di Buo. Raja Adat tinggal pada sebuah rumah adat yang berhalaman luas dan mempungai pintu gerbang. Di pintu gerbang pertama dikawal sebanyak 100 orang hulubalang sedangkan di pintu gerbang kedua dikawal oleh empat orang dan dipintu masuk dijaga oleh seorang hulubalang. Dalam menyambut Thomas Diaz, Raja Adat dikeliling oleh para tokoh-tokoh berpakaian haji. Kemudian Raja Adat memberi Thomas Diaz gelar kehormatan Orang Kaya Saudagar Raja Dalam Istana.
Dalam catatan tersebut juga diinformasikan oleh Thomas Diaz, bahwa Raja Minangkabau itu selama pembicaraan berlangsung diikuti oleh beberapa orang penting, selain penterjemah juga seorang pencatat yang terus menulis apa-apa yang dibicarakan. Thomas Diaz menyimpulkan raja Minangkabau itu sudah mempunyai catatan harian, suatu hal yang tidak ditemukan pada zaman berikutnya.
Sedangkan Rajo Ibadat berkedudukan di Sumpur Kudus. Rajo Ibadat berwenang memutuskan perkara-perkara masalah keagamaan apabila pihak Basa Ampek Balai tidak dapat memutuskannya. Apabila ada masalah-masalah keagamaan yang tidak dapat diputuskan oleh Raja Ibadat, persoalan tersebut dibawa kepada Raja Alam. Raja Alam lah memutuskan segala sesuatu yang tidak dapat diputuskan oleh yang lain.
Bagaimana mekanisme kerja antar institusi ini ditulis cukup lengkap dalam kaba Cindua Mato. Walaupun kaba itu sebagian orang menganggapnya sebagai sebuah karya fiksi atau ada yang mengatakan fifty-fifty antara sejarah dan fiksi, namun dari kaba tersebut kita masih dapat meraba atau memperkirakan sebuah mekanisme kerja yang cukup signifikan dan sistematis.
Sampai sekarang, dalam semua majelis peradatan yang diadakan oleh pihak ahli waris Raja Pagaruyung di Istano Silinduang Bulan, eksistensi, posisi dan kedudukan Rajo Duo Selo tersebut tetap dipertahankan, terlepas apakah pemangku gelar dari masing-masingnya masih ada atau tidak. Namun sebagai institusi adat tetap diakui, begitupun juga oleh pemangku adat seluruh Alam Minangkabau.

Di dalam setiap pidato malewakan gala seorang penghulu/datuk dan raja-raja di rantau, institusi Rajo Duo Selo selalu dijelaskan kedudukan, peranannya dalam struktur limbago adat Minangkabau, khususnya dalam malewakan gala bagi penghulu dalam kelarasan Koto Piliang.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...